Kamis, 05 Juli 2012

picture


Mengolah Makanan Dengan Ganja


Seni memasak dengan ganja banyak macamnya. Hal yang perlu kita ketahui adalah bagaimana cara mencampur ganja kedalam makanan. Salah satu metode atau cara memasak dengan ganja adalah dengan mengubahnya menjadi mentega (butter). Dengan menggunakan mentega yang dicampur dengan ganja, kita sudah bisa memilih kue model apa yang akan kita masak.
Berikut adalah cara sederhana membuat mentega ganja (Cannabutter).
Peralatan yang dibutuhkan:
  1. Penggiling
  2. Kompor untuk memanaskan mentega + ganja.
  3. Wajan ukuran sedang dengan tutupnya.
  4. Gelas pengukur (measuring cup).
  5. Sendok adon (whisk) untuk mencampur material dengan larutan air.
  6. Kain untuk menyaring material sebelum pendinginan.
  7. Mangkuk ukuran besar untuk menampung dan mendinginkan bahan Butter Cannabis.
  8. Plastik pembungkus yang kuat untuk mengompres mentega ganja menjadi lebih kecil dan lebih mudah untuk di bentuk.
  9. Panci besar untuk menyimpan CannaButter yang sudah jadi.
Bahan:
  • ½ kilo mentega tawar.
  • 2 cangkir air.
  • 1 ons ganja
Persiapan:
Giling ganja sampai halus dengan menggunakan alat penggiling seperti grinder. Kemudian campurkan ganja ke dalam adonan mentega/butter dalam wajan dan aduk hingga merata.
Memasak:
Masukkan 2 gelas air  dalam panci dan biarkan air mendidih dalam keadaan tertutup. Setelah air mendidih, masukkan mentega+ganja ke dalam panci dan biarkan mentega tersebut meleleh dalam air. Kecilkan api dan tutup panci sehingga mentega campur ganja tadi mendidih.
Setelah mencampur mentega dengan ganja ke dalam panci, aduk pelan-pelan hingga merata. Pastikan ketika merebus mentega+ganja, jangan sampai bagian bawah panci gosong karena akan berpengaruh pada rasa dan kualitas butter.
Didihkan CannaButter (ganja+mentega) selama 22-24 jam. Waktu yang lama diperlukan untuk mengekstrak THC dari ganja itu. Setelah selesai matikan api dan ambil mentega ganja.
Langkah selanjutnya saring rebusan mentega+ganja tadi dengan menggunakan kain tipis ke dalam wajan dan pastikan ampas rebusan tidak ikut masuk. Tuangkan larutan ganja mentega ke dalam mangkuk besar dan remas sisa ampas rebusan yang tersisa di kain.
Pendinginan:
Tempatkan mangkuk yang sudah  berisi CannaButter tadi ke dalam lemari es. Biarkan di lemari es sampai dingin beberapa jam. Ini akan memisahkan lemak dari air. Lemak menjadi Butter Cannabis.
Penyimpanan:
Menyimpan CannaButter perlu sedikit kehati-hatian. Ciduk dengan menggunakan sendok/spatula secara perlahan CannaButter yang mengambang dipermukaan dan tinggalkan air dan sisa-sisa rebusan atau ampas yang tertinggal didasar panci.
Setelah semua mentega ganja masuk ke dalam bowl, buang air sisa rebusan. Tempatkan mentega ganja dalam wadah kedap udara dan simpan dalam lemari es (menjaga CannaButter segar dan potensi yang tinggi).
Mentega ganja (Cannabutter) sudah bisa digunakan untuk membuat berbagai macam kue atau hidangan lainnya. (cpt)

ganja bukan narkotika

Ganja Bukan Narkotika By cipta On July 20, 2010 · In Artikel Pilihan, Ganja Medis, Hukum Marijuana (ganja) bukanlah narkotika. Walaupun undang-undang menyebutnya sebagai narkotik, ganja berbeda secara farmakologis dengan keluarga dan turunan opium dan narkotik sintetis. (Wolstenholme, 1965; Watt, 1965; Garattini, 1965; 1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.) Marijuana (ganja) tidak menyebabkan kecanduan. Pemakaiannya tidak memunculkan ketergantungan fisik. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Allentuck & Bowman, 1942; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Watt, 1965; I Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, 1st Appel. Dist.; United Nations, 1964a, 1964b) Pada persentasi kecil individu, sebuah “ketergantungan psikologis” dapat terbentuk, namun predisposisi harus ada terlebih dahulu. Dalam makalahnya, “Ketergantungan dari Jenis Hashish,” Watt (1965,p.65) menyimpulkan : Kebiasaan ini sifatnya sosial dan mudah ditinggalkan. Kerusakan kepribadian dan gangguan psikotik yang pernah atau sedang berjalan adalah faktor-faktor penting yang mendasari terbentuknya kebiasaan mencandu. Marijuana (ganja) tidak berbahaya bagi kesehatan. Bahkan bila digunakan dalam jangka waktu yang lama, ia tidak tampak menyebakan gangguan fisik atau psikologis. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Freedman & Rockmore, 1946; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Indian Hemp-Drug Commission, 1894; Becker, 1963) Marijuana (ganja) tidak cenderung melepaskan “perilaku agresif.” Sebaliknya, penggunaannya menghambat perlaku agresif; ia bertindak sebagai “penenang.” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965) Ganja tidak “menggiring” atau “mendorong” pada penggunaan obat-obatan adiktif. “Sembilan puluh delapan (98) persen dari pemakai heroin memulai dengan merokok tembakau dan minuman keras terlebih dahulu” (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943; Garattini, 1965) Marijuana (ganja) berasal dari tanaman Indian Hemp, yang sebelumnya pernah dibudidayakan secara formal dimana-mana di Amerika Serikat untuk membuat tali, dan masih tumbuh liar di banyak daerah. Hingga beberapa tahun yang lalu ia adalah bahan utama dalam pakan unggas komersil. Daun dan pucuk-pucuknya yang berbunga memberikan cannabis (dikenal umum di belahan dunia barat sebagai marijuana, rumput atau pot); getah dan serbuk sarinya, dimana zat aktif terkonsentrasi paling tinggi, sebagai sumber dari “hashish.” (Wolstenholme, 1965) Efek dari merokok mariyuana (ganja) dideskripsikan sebagai berikut: “euforia, berkurangnya rasa lelah, dan pelepasan ketegangan… juga dapat meningkatkan nafsu makan, mendistorsi perspektif waktu, meningkatkan kepercayaan diri, dan, seperti alkohol, dapat melemaskan beberapa hambatan.” (Fort, 1965) Meningkatnya kesadaran terhadap warna dan kecantikan estetis, produksi dari asosiasi mental yang baru dan kaya juga merupakan efek yang sering dilaporkan. Beberapa pengguna menyebutkan bahwa pengalaman mengkonsumsi mariyuana (ganja) adalah “psikedelik”: dapat menimbulkan peningkatan kesadaran, atau dalam perubahan kesadaran-meluas dalam perspektif, ide mengenai diri sendiri, kehidupan, dll. Marijuana (ganja) bagaimanapun tidak seperti LSD – sebuah psikedelik yang kuat. Dimana LSD secara drastis merubah pikiran dan perspektif, seringkali “memaksa” pemakainya untuk merasakan kesadaran yang meningkat., marijuana memberikan “sugesti” atau menunjukkan jalan kepada kesadarn yang lebih dalam secara moderat. Pemakainya bebas untuk mengikuti potensi ini atau tidak ketika mereka muncul. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Fort, 1965a, 1965b ; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Goldstein, 1966; Becker, 1963; De Ropp, 1957; Indian Hemp-Drug Commission, 1894) Merokok ganja tidak menimbulkan bahaya sosial. Empat penelitian resmi yang terpisah telah dilakukan terhadap pertanyaan ini, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar: Komite Walikota kota New York pada 1944; komite departemen kesehatan dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat; komite Angkatan Bersenjata U.S. lain yang berminat terhadap pertanyaan pengaruhnya pada disiplin; dan sebuah penelitian sangat mendalam yang diselenggarakan oleh Pemerintah Inggris untuk meneliti pengaruhnya di India dimana disana pemakaiannya sangat menyebar luas seperti halnya alkohol disini. Semua penelitian ini sampai pada kesimpulan yang sama: mariyuana (ganja) tidak merusak baik pemakainya maupun masyarakat, dan karena ini seharusnya tidak dilarang. Tekanan ekonomi dan politik mencegah otoritas di New York untuk menjalankan rekomendasi komite Walikota – tekanan terbesar berasal dari Harry J. Anslinger, Komisi Narkotik Amerika sebelumnya. (Mayor’s Committee on Marihuana, New York City, 1944; Panama Canal Zone Governor’s Committee, 1933; Phalen, 1943 ; Indian Hemp-Drug Commission, 1894) Berangkat dari dasar bahwa marijuana (ganja) adalah lebih aman dan lebih bermanfaat dari tembakau atau alkohol (dimana keduanya beracun pada fisik, dan keduanya juga adiktif), dan tidak ada dasar untuk melegalkan kedua zat berbahaya ini sementara melarang satu yang justru tidak berbahaya, banyak dari kejaksaan yang sedang menentang hukum saat ini. Pada susunan kata dari penjelasan hukumnya: “Para penuntut menyatakan bahwa klasifikasi mariyuana (ganja) pada bagian narkotik Seksi 1101 (d) pada Kode Kesehatan dan Keselamatan dan juga hukum yang melarang mariyuana (ganja) berdasarkan pada klasifikasi yang subyektif dan tidak mempunyai alasan serta tidak memiliki hubungan dengan kesehatan publik, keamanan, kesejahteraan dan moral… Klasifikasi dari mariyuana (ganja) sebagai narkotik adalah inkonstitusi dan melanggar klausul Amandemen ke-8 akan larangan terhadap hukuman yang luar biasa dan kejam, dan juga melanggar hak dasar yang merupakan klausul dari Amandemen ke-14 dari Konstitusi Amerika Serikat.” (1 Crim 5351 Calif. District Court of Appeal, First Appel. Dist., pp. 61-62 and Appendix 1, p. 6) Banyak kelompok “ahli” seperti WHO Expert Committee on Addiction Producing Drugs cenderung telah mempertahankan misinformasi tentang ganja karena kurangnya data (Harry J. Anslinger adalah juru bicara selama bertahun-tahun di PBB), dan adanya keengganan konservatif terhadap “pelunakan” atau mengganti kebijakan sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, WHO (Badan Kesehatan Dunia) telah mengubah pandangannya secara progresif terhadap marijuana (ganja). Pada tahun 1964, Komite Ahli mengusulkan revisi definisi dari jenis-jenis ketergantungan obat, yang kemudian diadopsi secara bertahap. Definisi baru dari “jenis kecanduan ganja” adalah sebagai berikut: “(1) keinginan (atau kebutuhan) akan pemakaian berulang dari obat dengan catatan karena efek subyektifnya, termasuk perasaan akan peningkatan kemampuan; (2) sedikit atau tidak ada kecenderungan untuk meningkatkan dosis, karena sedikit atau tidak ada peningkatan toleransi; (3) ketergantungan psikis dari efek obat ini tergantung pada apresiasi subyektif dan individual dari efek tersebut; (4) ketiadaan akan ketergantungan fisik sehingga tidak terdapat ciri-ciri gejala putus zat yang definitif ketika pemakaian obat dihentikan.” (United Nations, 1964b) Komite ini sebenarnya mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mempertahankan mariyuana (ganja) dalam daftarnya: Definisi dari ketergantungan jenis mariyuana dapat dengan mudah memenuhi definisi dari “menyukai” (sebagai contoh., kecenderungan alamiah untuk mengulangi pengalaman yang menyenangkan, memuaskan dan tidak berbahaya). Ketergantungan yang sebenarnya akan ganja sangatlah jarang, dan tergantung dari permasalahan psikologis sebelumnya-dan bahkan ini tidak “mencandu.” [See above, p. 333] (Watt, 1965; United Nations, 1964b) Ganja digunakan dalam berbagai cara di berbagai daerah di dunia. Ia dihisap atau dimakan dalam berbagai bentuk untuk menimbulkan kenikmatan dan efek-efek subyektif lainnya dan untuk peningkatan yang disengaja (atau distorsi) dari persepsi dan performa. Ini sebagian besar mungkin tergolong penyalahgunaan dan diasosiasikan dengan tingkat ketergantungan psikis yang lebih rendah. Tidak ada bukti bahwa ganja dapat menyebabkan ketergantungan fisik. (World Health Organization, Technical Report Series No. 287, “Evaluation of Dependence-Producing Drugs, Report of a WHO Scientific Group”; Hal. 22) Beberapa penelitian telah menunjukkan efek terapeutik dari cannabinoid untuk nausea dan muntah-muntah pada tahap akhir penyakit-penyakit seperti kanker dan AIDS. Dronabinol (tetrahydrocannabinol) telah tersedia melalui resep selama lebih dari satu dekade di Amerika Serikat. Kegunaan terapeutik lain dari cannabinoid telah ditunjukkan oleh penelitian yang terkontrol, termasuk pengobatan terhadap astma dan glaukoma, sebagai antidepresan, perangsang nafsu makan, antikonvulsan dan anti-spasmodik, penelitian dalam bidang ini harus dilanjutkan. Sebagai contoh, lebih banyak penelitian dasar pada mekanisme periferal dan pusat dari cannabinoid pada fungsi pencernaan dapat meningkatkan kemampuannya utuk menghilangkan nausea dan emesis. Riset yang lebih banyak dibutuhkan pada dasar neurofarmakologi dari THC dan cannabinoid lainnya sehingga agen terapeutik yang lebih baik dapat ditemukan. Ada 2 Hal yang muncul dari laporan komite ahli WHO tahun 1964 di Jenewa maupun dari situs resmi WHO sendiri, ganja ternyata tidak menyebabkan kecanduan fisik, dan ternyata punya manfaat medis… 2-2 nya bertentangan dengan UU Narkotika no.35 tahun 2009 yang memasukkan ganja sebagai narkotika kelas 1 (mencandu secara fisik) dan tidak punya manfaat medis sama sekali.

ganja vs alkohol

Ganja vs Alkohol

Alkohol merupakan salah satu narkotika yang paling berbahaya, hanya dalam waktu 10 kali mengkonsumsi alkohol, seseorang sudah dekat dengan kematian. Sedangkan ganja – jika disebut narkotika – membutuhkan dosis ribuan kali untuk dapat membawa pemakainya pada kematian. Sebenarnya kata “ribuan kali” itu hanya istilah teoritis saja, karena tidak pernah ada kasus yang tercatat akibat overdosis ganja. Sumber: Scientific American (Majalah Sigma Xi, Scientific Research Society). Gable, Robert, Mei-Juni’06. http://www.americanscientist.org/issues/num2/the-toxicity-of-recreational-drugs/1
Ada ratusan lebih kematian akibat overdosis alkohol setiap tahun, namun tidak pernah ada kematian akibat overdosis ganja dalam sejarah. Konsumsi alkohol juga merupakan penyebab langsung puluhan ribu kematian di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Pada tahun 2001, ada 331 kematian akibat overdosis alkohol dan 0 (nol) kematian akibat overdosis mariyuana. Sumber: US. Pusat Pengendalian Penyakit (CDC). Sumber: http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5337a2.htm
Sumber: Jack E. Henningfield, PhD untuk National Institute on Drug Abuse (NIDA), Dilaporkan oleh Philip J. gagang, New York Times,, 2 Agustus 1994 “Apakah Nicotine Addictive? Itu Tergantung pada siapa Kriteria Anda Gunakan.” Sumber: http://drugwarfacts.org/addictiv.htm

kegunaan ganja

Kegunaan Medis

Sejarah penggunaan marijuana sebagai obat.

Cannabis pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang di sebut Pen Ts’ao. Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit umum. Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ” soother of grief ” atau ” the sky flyer,” dan “surga orang miskin.” Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan). Tak lama setelah 500SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus mencatat bahwa masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.
Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Sekitar tahun 100 sesudah masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat. Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang di sesuaikan pada sifat analgesik nya. Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ” pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula. Pada tahun 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.
Pada sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengkonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya. Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan bahwa ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja. Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.
Kegunaan Medis Tanaman Ganja
Tanaman ganja secara keseluruhan, termasuk kuncup, daun, biji, dan akar, semuanya telah digunakan sebagai ramuan obat sepanjang sejarah. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti. Diskusi mengenai manfaat ganja dari segi keamanan dan efektivitas sangat bermuatan politis.
Marijuana telah terbukti sebagai obat analgesik, anti muntah, anti-inflamasi, penenang, anticonvulsive, dan tindakan pencahar. Studi klinis telah menunjukkan efektivitas ganja dalam mengurangi mual dan muntah setelah kemoterapi untuk pengobatan kanker. Tanaman ini juga telah terbukti mengurangi tekanan intra-okular di mata sebanyak 45%, dalam pengobatan glaukoma. Cannabis telah terbukti sebagai anticonvulsive, dan dapat membantu dalam merawat penderita epilepsi. Penelitian lain telah mendokumentasikan sebuah in-vitro efek penghambat tumor THC. Marijuana juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa mual dan telah digunakan pada pasien AIDS untuk mencegah penurunan berat badan serta efek lain yang mungkin timbul dari penyakit ini. Dalam sebuah studi penelitian beberapa kandungan kimia dari ganja menampilkan aksi antimikroba dan efek antibakteri. Komponen CBC dan d-9-tetrahydrocannabinol telah terbukti dapat menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri streptokokus dan staphylococci.
Ganja mengandung senyawa kimia yang dikenal sebagai canabinoid. Jenis canabinoid yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda pula pada tubuh setelah di konsumsi. Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa zat ini mempunyai nilai potensi terapi untuk menghilangkan rasa sakit, kontrol mual dan muntah-muntah, serta stimulasi nafsu makan. Zat aktif utama ganja yang teridentifikasi sampai saat ini adalah 9-tetrahydro-cannabinol, yang dikenal sebagai THC. Bahan kimia ini kemungkinan mengandung sebanyak 12% dari bahan kimia aktif dalam ramuan, dan memberikan pengaruh sebanyak 7-10% dari akibat yang di timbulkan seperti rasa gembira, atau “high” yang dialami saat mengkonsumsi ramuan ganja. Kualitas ramuan “euforia” ini tergantung pada saldo bahan aktif lain dan kesegaran bahan ramuan. THC ter-degradasi ke komponen yang dikenal sebagai cannabinol, atau CBN. Kimia aktif ini relatif tidak menonjol dalam ganja yang telah disimpan terlalu lama sebelum digunakan. Komponen kimia lain, cannabidiol, atau dikenal sebagai CBD, memiliki efek sedatif dan analgesik ringan, dan memberikan kontribusi ke somatic heaviness yang kadang-kadang dialami oleh pengguna ganja.
Pelarangan/prohibition
Sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak. Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma. Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.
Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius karena alasan efek samping yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya. Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England. (cpt)

Indeks Artikel

Ganja Medis

 

medis ganja

Kegunaan Medis

Sejarah penggunaan marijuana sebagai obat.

Cannabis pertama kali diketahui dapat digunakan untuk pengobatan yaitu dalam terapi pharmacopoeia di negeri Cina yang di sebut Pen Ts’ao. Pharmacopoeia adalah sebuah buku yang berisi daftar obat-obatan serta cara persiapan dan penggunaannya. Cannabis disebut sebagai “Superior Herb” oleh Kaisar Shen Nung (2737-2697 SM), yang diyakininya sangat manjur dan mujarab. Cannabis direkomendasikan sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit umum. Sekitar periode yang sama di Mesir, ganja digunakan sebagai pengobatan untuk sakit mata. Ramuan ini digunakan di India dalam upacara budaya dan agama, dan dicatat dalam kitab suci teks Sansekerta sekitar 1.400 SM. Ganja dianggap sebagai ramuan kudus dan ditandai sebagai ” soother of grief ” atau ” the sky flyer,” dan “surga orang miskin.” Berabad-abad kemudian, sekitar 700 SM, orang-orang bangsa Asyur menggunakan ramuan yang mereka sebut Qunnabu yang digunakan sebagai dupa. Orang Yunani kuno menggunakan ganja sebagai obat untuk mengobati peradangan, sakit telinga, dan edema (pembengkakan bagian tubuh karena pengumpulan cairan). Tak lama setelah 500SM seorang sejarawan dan ahli geografi, Herodotus mencatat bahwa masyarakat Scythians menggunakan ganja untuk menghasilkan linen yang halus. Mereka juga menyebutnya sebagai rempah Cannabis dan menggunakannya dengan cara menghirup uapnya yang dihasilkan ketika dibakar. Pada tahun 100 SM bangsa Cina telah menggunakan ganja untuk membuat kertas.
Budidaya ganja serta penggunaannya bermigrasi dan bergerak ke berbagai pedagang dan pelancong. Pengetahuan mengenai nilai herbal ini menyebar ke seluruh Timur Tengah, Eropa Timur, dan Afrika. Sekitar tahun 100 sesudah masehi, Dioscorides, seorang ahli bedah di Legions Romawi di bawah Kaisar Nero, menamakan rempah ini dengan nama Cannabis sativa herbal dan tercatat penggunaannya untuk berbagai obat. Pada abad kedua, dokter dari negeri Cina yang bernama Hoa-Tho, menggunakan ganja dalam prosedur pembedahan yang di sesuaikan pada sifat analgesik nya. Di India kuno, sekitar tahun 600, penulis Sansekerta mencatat resep untuk ” pills of gaiety” atau “pil keriangan”, yaitu suatu kombinasi antara ganja dan gula. Pada tahun 1150, umat Islam telah menggunakan serat ganja dalam produksi kertas pertama di Eropa. Ini adalah penggunaan ganja sebagai sumber terbarukan yang tahan lama untuk serat kertas yang berlanjut hingga 750 tahun berikutnya.
Pada sekitar tahun 1300-an, pemerintah dan otoritas agama khawatir tentang efek psikoaktif pada masyarakat yang mengkonsumsi ramuan ganja tersebut dan berusaha menempatkan pembatasan keras terhadap penggunaannya. Emir Soudon Sheikhouni dari Joneima mengatakan bahwa ganja dilarang digunakan oleh orang miskin. Dia menghancurkan tanaman dan memerintahkan pelanggaran penggunaan ganja. Pada 1484, Paus Innosensius VIII melarang penggunaan Hashish, yaitu suatu bentuk concentrated dari ganja. Budidaya Cannabis terus berlanjut karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Sedikit lebih dari satu abad kemudian, Ratu Inggris Elizabeth I mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar pemilik tanah yang memegang enam puluh hektar ladang ganja atau lebih harus membayar denda.
Kegunaan Medis Tanaman Ganja
Tanaman ganja secara keseluruhan, termasuk kuncup, daun, biji, dan akar, semuanya telah digunakan sebagai ramuan obat sepanjang sejarah. Meskipun batasan hukum yang tegas dan hukuman pidana berat untuk penggunaan terlarang, ganja semakin banyak digunakan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, baik untuk sifat-sifatnya mengubah suasana hati dan penerapannya sebagai obat-obatan yang telah terbukti. Diskusi mengenai manfaat ganja dari segi keamanan dan efektivitas sangat bermuatan politis.
Marijuana telah terbukti sebagai obat analgesik, anti muntah, anti-inflamasi, penenang, anticonvulsive, dan tindakan pencahar. Studi klinis telah menunjukkan efektivitas ganja dalam mengurangi mual dan muntah setelah kemoterapi untuk pengobatan kanker. Tanaman ini juga telah terbukti mengurangi tekanan intra-okular di mata sebanyak 45%, dalam pengobatan glaukoma. Cannabis telah terbukti sebagai anticonvulsive, dan dapat membantu dalam merawat penderita epilepsi. Penelitian lain telah mendokumentasikan sebuah in-vitro efek penghambat tumor THC. Marijuana juga dapat meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa mual dan telah digunakan pada pasien AIDS untuk mencegah penurunan berat badan serta efek lain yang mungkin timbul dari penyakit ini. Dalam sebuah studi penelitian beberapa kandungan kimia dari ganja menampilkan aksi antimikroba dan efek antibakteri. Komponen CBC dan d-9-tetrahydrocannabinol telah terbukti dapat menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri streptokokus dan staphylococci.
Ganja mengandung senyawa kimia yang dikenal sebagai canabinoid. Jenis canabinoid yang berbeda-beda memiliki efek yang berbeda pula pada tubuh setelah di konsumsi. Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa zat ini mempunyai nilai potensi terapi untuk menghilangkan rasa sakit, kontrol mual dan muntah-muntah, serta stimulasi nafsu makan. Zat aktif utama ganja yang teridentifikasi sampai saat ini adalah 9-tetrahydro-cannabinol, yang dikenal sebagai THC. Bahan kimia ini kemungkinan mengandung sebanyak 12% dari bahan kimia aktif dalam ramuan, dan memberikan pengaruh sebanyak 7-10% dari akibat yang di timbulkan seperti rasa gembira, atau “high” yang dialami saat mengkonsumsi ramuan ganja. Kualitas ramuan “euforia” ini tergantung pada saldo bahan aktif lain dan kesegaran bahan ramuan. THC ter-degradasi ke komponen yang dikenal sebagai cannabinol, atau CBN. Kimia aktif ini relatif tidak menonjol dalam ganja yang telah disimpan terlalu lama sebelum digunakan. Komponen kimia lain, cannabidiol, atau dikenal sebagai CBD, memiliki efek sedatif dan analgesik ringan, dan memberikan kontribusi ke somatic heaviness yang kadang-kadang dialami oleh pengguna ganja.
Pelarangan/prohibition
Sebelum adanya larangan, ganja direkomendasikan untuk pengobatan gonore, angina pektoris (konstriksi nyeri di dada karena darah tidak cukup untuk jantung), dan cocok untuk mengatasi tersedak. Ganja juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, neuralgia, reumatik, gangguan pencernaan, kolera, tetanus, epilepsi, keracunan strychnine, bronkitis, batuk rejan, dan asma. Kegunaan lain adalah sebagai phytotherapeutic (nabati terapeutik) termasuk pengobatan borok, kanker, paru-paru, migrain, penyakit Lou Gehrig, infeksi HIV, dan multiple sclerosis.
Kebijakan pemerintah federal Amerika Serikat melarang dokter menggunakan resep ganja, bahkan untuk pasien sakit serius karena alasan efek samping yang mungkin diakibatkan dari efek adiktif cannabis yang berbahaya. Jaksa Agung AS Janet Reno memperingatkan bahwa para dokter di setiap negara yang memberikan resep ganja pada pasiennya akan kehilangan hak untuk menulis resep, kecuali dari Medicare dan Medicaid dan bahkan dituntut sebagai kejahatan federal, menurut sebuah editorial 1997 dalam Jurnal Kedokteran New England. (cpt)

sejarah ganja

Sejarah Ganja

Referensi mengenai tanaman ganja (cannabis) tercatat dalam naskah Cina sejak awal 2700 SM. Penjelajah Eropa pertama kali memperkenalkan ganja ke dunia pada tahun 1545. Tanaman ini dianggap sangat bermanfaat oleh pemerintah kolonial Jamestown awal tahun 1607 dan mulai dibudidayakan. Di Virginia, petani didenda karena tidak mau menanam ganja. Pada tahun 1617 ganja mulai diperkenalkan ke Inggris. Dari abad ketujuh belas hingga ke pertengahan abad kedua puluh ganja dianggap sebagai obat rumah tangga yang berguna untuk mengobati penyakit seperti sakit kepala, kram menstruasi, dan sakit gigi. Dari tahun 1913-1938 jenis ganja yang lebih kuat dibudidayakan oleh perusahaan-perusahaan obat Amerika untuk digunakan dalam produk obat mereka. Ganja jenis itu disebut Cannabis americana.
Sebelum tahun 1910, perdagangan ganja dan hasish (bagian yang dihasilkan dari bunga) cukup terbatas. Namun, setelah Revolusi Meksiko, perdagangan obat-obatan lebih terbuka, ini mengakibatkan pertumbuhan dan pengangkutan obat-obatan menjadi lebih mudah dan lebih menguntungkan. Bisnis ini diperluas hingga mencapai pelabuhan New Orleans, di mana waktu itu ganja dijual di pasar gelap untuk penduduk lokal. Tak lama kemudian tren penggunaan ganja sebagai obat menjadi populer.
Ganja segera menjadi populer terutama pada turunan ganja yg kuat seperti: hasish, charas, ghanja, dan bhang. Para musisi mengatakan bahwa merokok ganja dapat memberikan mereka inspirasi yang dibutuhkan untuk memainkan musik mereka. Ada yang mengatakan bahwa ganja bisa memberi mereka visi kontemplatif dan perasaan kebebasan dan semangat yang luar biasa. Selain itu ganja juga di gunakan sebagai obat penghibur atau entertainment. Akhirnya penggunaan ganja, alkohol, dan obat-obatan yang lain menjadi lazim di kota-kota besar di seluruh dunia, seperti Chicago, New York, London, dan Paris.
Banyak entertainers dan musisi Jazz pada jaman itu yang menggunakan narkoba dan alkohol dan mereka sangat tergantung pada gangster (bandar narkoba) saat mereka manggung. Para gangster ini mampu memberikan berbagai obat dan alkohol untuk para pemain dan staf mereka secara gratis.
Di tahun 1920, sebagai hasil dari perubahan amandemen yang melarang penggunaan minuman beralkohol (Prohibition), penggunaan ganja sebagai obat psikoaktif mulai tumbuh. Bahkan setelah pencabutan larangan tersebut tahun 1933, ganja masih digunakan secara luas, seperti juga morfin, heroin, dan kokain. Pada tahun 1937, ke-46 negara bagian US melarang penggunaan ganja bersama dengan obat-obatan narkotika lainnya. Akan tetapi persepsi yang populer adalah ganja tidak adiktif seperti narkotika. Ganja diklasifikasikan sebagai obat yang mengubah suasana hati, persepsi, dan image, bukan sebagai obat narkotika. Ganja masih dianggap sebagai obat-obatan Schedule I, yang berarti ganja dianggap sebagai obat yang berbahaya tanpa ada penggunaan medis. Akhirnya setelah itu rancangan UU diusulkan untuk kembali mengklasifikasikan ganja sebagai obat Shedule  II , yaitu sebagai obat berbahaya dengan penggunaan medis yang terbatas.
Pada tahun 1960-an ganja digunakan secara luas oleh generasi muda dari semua kelas sosial. Diperkirakan bahwa pada tahun 1994, 17 juta orang Amerika telah menggunakan ganja, dan sekitar 1,5 juta orang Amerika menghisap ganja secara teratur. Kehadiran strain ganja yang lebih kuat telah memperluas perdebatan antara penegak badan pengawas obat dan para pendukung dekriminalisasi ganja. Mereka berpendapat, ganja tidak dalam kelas yang sama seperti obat-obatan lain yang memang lebih adiktif. Pendapat yang lain menyatakan bahwa ganja adalah pintu gerbang “gateaway” untuk obat-obatan yang lebih keras dan karena itu hukum terhadap penggunaan dan distribusi harus tetap berlaku.
Sejak tahun 1976 undang-undang memungkinkan penggunaan ganja secara terbatas untuk keperluan medis (Medical Marijuana) yang telah diberlakukan di 35 negara bagian (pada tahun 2003 beberapa undang-undang tersebut telah berakhir atau secara khusus tidak diperpanjang oleh legislator negara bagian). Pada tahun 2002 ada upaya luas untuk dekriminalisasi pengguna ganja di Canada dan Britania Raya. Di Amerika Serikat, hampir semua level di tingkat negara bagian mereformasi hukum obat-obatan yang dianggap tidak efektif dengan melakukan over-riding pada hukum obat federal. Meskipun demikian, sejak 1996 delapan negara bagian telah memberlakukan berbagai upaya hukum yang secara efektif memungkinkan penggunaan medical marijuana yang terbatas dan terkendali. Akan tetapi di beberapa negara bagian tersebut, dokter dan pasien medical marijuana kemungkinan masih menghadapi tuntutan pidana federal.
Pada bulan Mei 1999, National Institutes of Health (NIH) mengeluarkan kebijakan yang menggambarkan perlunya penelitian lebih lanjut dalam penggunaan ganja untuk perawatan medis. NIH berpendapat bahwa penggunaan ganja untuk alasan medis harus melibatkan analisa mengenai manfaat penggunaan serta potensi risiko yang akan timbul.
Sejumlah inisiatif legalisasi ganja, mulai dari legalisasi untuk penggunaan pribadi terbatas sampai kemungkinkan para petani untuk menanam ganja yang menghasilkan non-psikoaktif ganja telah ditolak oleh para pemilih dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan November 2002, tiga proposal reformasi yang diusulkan di Nevada, South Dakota, dan Arizona dikalahkan oleh pemilih di negara-negara bagian tersebut. Para pendukung legalisasi ganja mengutip resolusi “tidak mengikat” di San Francisco dan Massachusetts yang mendorong pemerintah lokal dan legislator negara untuk mengembangkan strategi dekriminalisasi sebagai bukti kepentingan masyarakat dalam mereformasi hukum ganja. Para pendukung reformasi hukum ganja juga terus menegaskan bukti jajak pendapat yang menunjukkan sebagian besar masyarakat mendukung legalisasi ganja untuk keperluan medis. (cpt)